IM Dobo; Speorang tokoh penting dalam sejarah pendidikan nasional, KH Ahmad Dahlan pernah berkata bahwa hendaknya Pendidikan ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan. Meskipun tokoh ini aktif dalam perjuangan pendidikan Islam namun telah menginspirasi pendidikan nasional. Menurutnya, Pendidikan itu harus mampu menciptakan manusia Indonesia yang cerdas, kritis & memiliki daya analisis yang tajam dalam memeta dinamika kehidupan hari ini maupun di masa depan.
Demikianlah Pendidikan Aru harus bisa mencerdaskan generasi penerus Jar Garia yang cerdas, berkompetensi dan berkarakter. Dalam visi misi Bupati periode l & ll sudah menempatkan Pendidikan sebagai skala prioritas. Ini tentu sangat baik, namun pertanyaan kemudian, apakah visi misi itu telah direalisasikan, atau hanyalah retorika bernuansa omong-kosong ?
TINJAUAN KRITIS
Tulisan ini merupakan inspirasi dari gaya pemikiran kritis dan analisis yang tajam dari KH Ahmad Dahlan, sehingga tidak perlu ada yang sinis dalam membaca. Lagipula, sesuatu yang bobrok atau yang salah harus dikritisi supaya kedepannya menjadi lebih baik bukan ?
Fakta Pendidikan Aru hari ini, masih sangat jauh dari visi misi yang pernah dikumandangkan. Menurut data Badan Pusat Statistik Kepulauan Aru (Rilis tahun 2020), jumlah guru se-kabupaten masih sangat sedikit yaitu 445 orang, sedangkan jumlah murid sangat besar yaitu 14.429 siswa.
Masih pada data yang sama, terlihat jelas, jumlah guru yang sedikit itu terkonsentrasi hanya di kota Dobo dan sekitarnya, sementara sekolah di kampung kampung sangat kekurangan tenaga guru. Tentu publik akan menilai secara sepihak bahwa banyak guru yang malas ke tempat tugasnya di kampung. Mereka hanya ke kampung saat ujian nasional, selesai itu langsung balik ke Dobo selama berbulan-bulan. Penilaian macam ini mungkin benar. Tapi saya mau melihat pada sisi lain.
Ada beberapa teman guru yang mengeluh tentang sarana pendukung pendidikan. Misalnya, tempat tinggal atau rumah guru di kampung yang belum ada sehingga mereka harus numpang tinggal di rumah warga. Kondisi ini tentu sangat berat bagi sang guru maupun tuan rumah. Apakah ada biaya sewa rumah guru ? Tentu tidak ada. Jika memang sudah ada rumah guru namun gurunya malas ke kampung barulah bisa disalahkan publik.
Alasan lain mengapa guru berlama lama di Dobo karena sistem pengurusan administratif masih berpusat di kota Dobo. Syukur-syukur urusannya cepat, tapi kalo tidak, tentu akan memakan waktu lama. Kemudian masalah transportasi Dobo-Kampung (PP). Selama ini, transportasi yang digunakan para guru adalah menumpang pada katinting atau speedboat warga. Artinya keberangkatan bukan ditentukan oleh guru melainkan pemilik transportasi. Inilah salah satu masalah. Akhir akhir ini, Publik mulai legah dengan hadirnya kapal Ferry yang melayani rute Dobo-Kecamatan seperti Serwatu dll, namun sayang beribu sayang, kapal tersebut kini sedang rusak, padahal baru digunakan beberapa minggu saja.
Kapal Cepat milik Pemda juga lebih banyak berlabuh di Dobo daripada membantu mengatasi masalah transportasi Dobo-Kampung.
Masalah yang terbaru, hak hak guru diamputasi, padahal mereka telah bertugas dengan penuh tanggungjawab. Mereka mengeluhkan Tunjangan Khusus Guru tahun 2020 dan tunjangan tunjangan lainnya yang tidak sampai ke tangan mereka (semoga tidak nyasar). Makanya jangan kaget kalo ada guru yang buat keributan (memprotes) di kantor Dinas Pendidikan secara langsung maupun curhat di sosial media.
Bagaimana guru bisa mencerdaskan generasi penerus bangsa kalau hak hak mereka kalian curi ?
Fakta ini mengindikasi kuat, ada mafia pendidikan yang beroperasi secara sistematis dalam birokrasi Aru dengan tentu melibatkan instansi pengontrol maupun pihak swasta.
Masalah terakhir yang juga penting dan sering terjadi adalah proses penyediaan tenaga pendidik untuk dikuliahkan ( Diploma, S1, S2,S3) masih tidak transparan dan tidak berkeadilan. Orang yang tidak pernah berdomisili di Kepulauan Aru kok bisa mendapat jatah beasiswa pendidikan Pemda. Tentu setelah lulus kuliah yang bersangkutan akan mengabdi di daerahnya, lalu Aru terus menerus kekurangan guru. Ini namanya kedunguan permanen para pejabat terkait.
SOLUSI
Untuk mengakhiri tulisan sederhana ini, saya ingin menyampaikan beberapa tawaran solusi, sehingga berimbang. Kendatipun, para pejabat terkait itu malas baca, tetapi rajin berbuat curang.
Menurut saya, agar Aru bisa keluar dari masalah pendidikan seperti di atas maka yang harus dilakukan:
- Para mafia anggaran bidang pendidikan wajib ditindak tegas
- Berikanlah hak hak guru ketika mereka benar-benar bertugas secara bertanggungjawab
- Menyekolahkan tenaga pendidik dengan biaya Pemda itu harus transparan, adil dan profesional.
- DPRD harus serius mengawal sistem pendidikan, bukan sebaliknya, dikendalikan oleh sistem pendidikan yang korup dan tidak berkeadilan