AMBON-
Sampai dimana perkembangan kasus dugaan korupsi pemotongan Alokasi Dana Desa tahun 2017 yang menyeret nama Bupati SBB Yasin Payapo, jawabannya ada di tangan Polisi. Tapi publik juga mempertanyakan nyali Polisi mengusut dugaan korupsi orang nomor satu SBB itu.
Yasin Payapo disebut-sebut paling bertanggungjawab terhadap kasus pemotongan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun 2017 pada 93 desa. Pemotongan oleh Yasin dilakukan dengan dalih untuk menunjang perhelatan Pesparawi Provinsi Maluku ke-10 di SBB, Nopember 2017.
Kapolda Maluku Irjen Royke Lumowa sendiri menepis rumor kalau institusinya bakal menghentikan proses hukum kasus ini. “Nda Mungkin lah,” ujarnya singkat melalui whatsapp, Rabu (29/5).
Informasi terakhir, kabarnya Ditreskrimsus Polda Maluku masih harus melakukan gelar perkara guna menentukan sikap terhadap Yasin. Sebelumnya juga Polisi mengaku, sudah berkonsultasi ke Kementerian Keuangan RI terkait revisi aturan pengelolaan dana milik masyarakat desa itu. Sayangnya, seperti apa revisi aturan ini, polisi belum memberikan penjelasan apakah menyetujui pemotongan dana desa yang dilakukan Yasin atau sebaliknya. “Tapi khan ada tahahapannya,” tepis penyidik Polres SBB Bripka Roby Alfons dicercar Info Maluku.
Roby menolak dikatakan kalau revisi aturan Kementerian Keuangan itu menyetujui pemotongan dana desa oleh Yasin Payapo. Menurutnya, sekalipun ada revisi kementerian, pentahapan harus dilakukan sesuai mekanisme. Sayangnya Roby Alfons menolak menjelaskan soal pentahapan dimaksud, karena jawaban terkait hal ini sudah masuk ranah materi perkara yang manjadi rahasia penyidik polisi.
Secara terpisah, menyikapi lambannya proses hukum kasus dugaan tindak pidana korupsi pemotongan dana desa yang dilakukan Bupati SBB Yasin Payapo, GARDA NKRI menggelar demonstrasi di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku. Dalam demonstrasi tersebut, para aktivis mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) datang ke Malukku untuk memeriksa Yasin Payapo.
Koordinator demo, Risman Soulissa dalam orasinya menyampaikan, Pemotongan ADD tahun 2017 berdasarkan Peraturan Presiden nomor 86 tahun 2017 tentang rincian APBN. Dimana, dasar hukum tersebut dipakai untuk dikeluarkannya keputusan Bupati nomor 412.2-437 tahun 2017 tertanggal 6 November 2017 tentang perubahan atas lampiran keputusan bupati nomor 412.2-437 tahun 2017 tentang penetapan rincian ADD setiap desa tahun 2017.
“Terdapat kejanggalan dalam pemotongan ADD yang dilakukan oleh Bupati SBB terhadap 93 desa yang mana melenceng dari visi dan nomenkelatur ADD,” ujar Risman saat berorasi.
Menurutnya pemerintah pusat menghendaki agar Dana Desa maupun ADD dipergunakan sepenuhnya untuk kepentingan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa. Namun yang terjadi dana-dana ini dipakai justru dipakai untuk mengusung kepentingan politik pemerintah daerah yang berkuasa.
Kebijakan yang ditempuh Bupati SBB, sebut Risman Soulissa jelas-jelas tidak sejalan dengan visi misi pemerintah pusat memprogramkan Dana Desa dan ADD.
“Sementara anggaran Pesparawi 2017 itu telah masuk dalam APBD dalam jumlah yang cukup besar senilai Rp.18,7 miliar. Ditambah Rp 500 juta bantuan dari pemerintah Provinsi Maluku, apakah itu tidak cukup?” gugat Risman dalam orasinya.(pom)
Yasin Payapo disebut-sebut paling bertanggungjawab terhadap kasus pemotongan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun 2017 pada 93 desa. Pemotongan oleh Yasin dilakukan dengan dalih untuk menunjang perhelatan Pesparawi Provinsi Maluku ke-10 di SBB, Nopember 2017.
Kapolda Maluku Irjen Royke Lumowa sendiri menepis rumor kalau institusinya bakal menghentikan proses hukum kasus ini. “Nda Mungkin lah,” ujarnya singkat melalui whatsapp, Rabu (29/5).
Informasi terakhir, kabarnya Ditreskrimsus Polda Maluku masih harus melakukan gelar perkara guna menentukan sikap terhadap Yasin. Sebelumnya juga Polisi mengaku, sudah berkonsultasi ke Kementerian Keuangan RI terkait revisi aturan pengelolaan dana milik masyarakat desa itu. Sayangnya, seperti apa revisi aturan ini, polisi belum memberikan penjelasan apakah menyetujui pemotongan dana desa yang dilakukan Yasin atau sebaliknya. “Tapi khan ada tahahapannya,” tepis penyidik Polres SBB Bripka Roby Alfons dicercar Info Maluku.
Roby menolak dikatakan kalau revisi aturan Kementerian Keuangan itu menyetujui pemotongan dana desa oleh Yasin Payapo. Menurutnya, sekalipun ada revisi kementerian, pentahapan harus dilakukan sesuai mekanisme. Sayangnya Roby Alfons menolak menjelaskan soal pentahapan dimaksud, karena jawaban terkait hal ini sudah masuk ranah materi perkara yang manjadi rahasia penyidik polisi.
Secara terpisah, menyikapi lambannya proses hukum kasus dugaan tindak pidana korupsi pemotongan dana desa yang dilakukan Bupati SBB Yasin Payapo, GARDA NKRI menggelar demonstrasi di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku. Dalam demonstrasi tersebut, para aktivis mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) datang ke Malukku untuk memeriksa Yasin Payapo.
Koordinator demo, Risman Soulissa dalam orasinya menyampaikan, Pemotongan ADD tahun 2017 berdasarkan Peraturan Presiden nomor 86 tahun 2017 tentang rincian APBN. Dimana, dasar hukum tersebut dipakai untuk dikeluarkannya keputusan Bupati nomor 412.2-437 tahun 2017 tertanggal 6 November 2017 tentang perubahan atas lampiran keputusan bupati nomor 412.2-437 tahun 2017 tentang penetapan rincian ADD setiap desa tahun 2017.
“Terdapat kejanggalan dalam pemotongan ADD yang dilakukan oleh Bupati SBB terhadap 93 desa yang mana melenceng dari visi dan nomenkelatur ADD,” ujar Risman saat berorasi.
Menurutnya pemerintah pusat menghendaki agar Dana Desa maupun ADD dipergunakan sepenuhnya untuk kepentingan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa. Namun yang terjadi dana-dana ini dipakai justru dipakai untuk mengusung kepentingan politik pemerintah daerah yang berkuasa.
Kebijakan yang ditempuh Bupati SBB, sebut Risman Soulissa jelas-jelas tidak sejalan dengan visi misi pemerintah pusat memprogramkan Dana Desa dan ADD.
“Sementara anggaran Pesparawi 2017 itu telah masuk dalam APBD dalam jumlah yang cukup besar senilai Rp.18,7 miliar. Ditambah Rp 500 juta bantuan dari pemerintah Provinsi Maluku, apakah itu tidak cukup?” gugat Risman dalam orasinya.(pom)