IM, AMBON-
Saat dikonfirmasi Sekda Kabupaten Seram Bagian Barat Mansyur Tuharea dengan berapi-api melalui telepon seluler membantah keras adanya pemotongan dana desa untuk kegiatan Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi). Tapi faktanya, Polres SBB mengusut kasus yang diduga melanggar mekanisme kebijakan anggaran itu.
“Tidak ada untuk Pesparawi, siapa ajar. Itu dana karena ada devisit negara, makanya seluruh daerah dibolehkan oleh pemerintah pusat melakukan pemotongan. Untuk dimasukkan ke dalam pendapatan daerah. Pasti polisi tahu lah soal itu,” terang Mansyur sekira medio September tahun lalu.
Menurut Mansyur pemotongan dana tersebut dibolehkan karena revisi dan mengenai hal itu pihaknya lebih dulu melakukan konsultasi ke Kementerian terkait sebelum kebijakan itu diambil.
Mansyur boleh saja membantah, tapi polisi yang punya kewenangan menyatakan kasus ini ada bau korupsi atau tidak.
Terkait ini, setidaknya 70 dari 92 kepala desa di kabupaten ini sudah diperiksa oleh Polres SBB.
“Tapi karena masih penyelidikan dan memang ada celah hukum, kita minta jangan diekspos besar-besaran dulu karena menyangkut nama baik pejabat daerah,” pinta penyidik Polres SBB Roby Alfons tanpa menyebut nama pejabat daerah yang ia maksudkan.
Di akhir pembicaraan per telepon Robby menjelaskan pemotongan dana desa tahun 2017 memang ada revisi Kementerian Keuangan RI, namun dia mengingatkan, tidak semudah itu pemotongan dapat dilakukan.
“Khan ada tahapan yang harus dilalui,” katanya.
KOMITMEN KAPOLRES SBB DIPERTANYAKAN
Tokoh masyarakat Mohammad Makatita mengingatkan Kapolres SBB AKBP Bayu Tarida Butar Butar supaya komitmen. Dia menyesalkan sikap Bayu yang mulai aneh, tidak pernah merespon panggilan telepon lagi untuk meminta konfirmasi perkembangan penyelidikan kasus ini.
Padahal sebelumnya Kapolres Bayu, dengan antusias beberapa kali mengaku jika kasus pemotongan dana desa hanya menunggu gelar perkara sekali lagi. Bahkan Bayu memastikan kasus ini akan dilimpahkan ke Polda Maluku setelah gelar perkara tersebut.
Pasca dilantik jadi Kapolres Bayu 14 September 2019 lalu setiap dimintai konfirmasi selalu ada jawaban dan penjelasan. Salah satu jawaban penting Bayu ketika itu bahwa akan ada gelar perkara.
“Tapi sekarang untuk angkat telepon saja susah. Kita halo, halo sampai WA tapi tidak ada jawaban. Ini ada apa?,” ujar Makatita.
Menurutnya, Polres SBB tidak seharusnya menutup diri dari publikasi terhadap kasus yang ditangani. Sebagai unsur masyarakat pihaknya punya kewajiban moril mempertanyakan penanganan kasus pemotongan dana desa itu oleh polisi.
Bahkan kalau penyelidikan kasus ini harus dihentikan karena polisi kekurangan alat bukti, dia meminta Kapolres Bayu tidak perlu ragu menyampaikan ke publik. Sebaliknya, jika cukup indikasi kasus ini ditingkatkan ke penyidikan, Kapolres sudah sepatutnya proaktif.
Menurutnya, mau tidak mau, suka tidak suka, Polres atau Polda Maluku harus tuntaskan kasus tersebut. Karena publik SBB ingin tahu siapa yang harus bertanggungjawab, jika kasus ini memang terindikasi korupsi.
“Sebaliknya juga begitu, publik ingin tahu kalau kasus ini sebenarnya tidak ada masalah. Itu yang kita tunggu, gimana?,” ujarnya.(pom)