IM, AMBON-Terkait berita ‘hangat’ salah satu Anggota DPRD dari fraksi PKB SBB di salah satu media Online. Dengan judul Sering Alpa, “Pamana Minta Gubernur Maluku Bina Wakil Bupati SBB” dinilai memantik konflik diantara para stakeholders.
Terkait ini Direktur Eksekutif masyarakat pemantau kebijakan publik Indonesia Paman Nurlette angkat suara.
Menurutnya, setelah berlaku Peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor 33 tahun 2018 tentang tugas dan wewenang Gubernur sebagai Wakil pemerintah pusat. sejumlah peraturan sebelumnya maka, PP Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Pelaksanaan tugas dan Wewenang serta Kedudukan. Keuangan Gubernur sebagai Wakil pemerintah di Wilayah Provinsi (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5107) sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 23 Tahun 2011 tentang Perubahan atas
PP Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan
Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah
Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 44, maka tambahan lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5209 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Menurut Nurlette PP Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2018 tentang tugas dan wewenang Gubernur sebagai Wakil pemerintah pusat tidak menyebutkan terminologi “bina” melainkan “Pembinaan dan pengawasan”.
“Sehingga untuk memahami makna substansi terminologi hukum Pembinaan dan pengawasan dalam Peraturan Pemerintah a quo. Maka, pentingnya kita membaca rumusan norma secara komprehensif sebagaimana termaktub secara eksplisit dalam pasal-pasal peraturan a quo. Terutama Pasal 1 dan di bagian penjelasan umum”. Tegas Nurlette kepada info news Maluku saat di hubungi lewat via telepon.
Dan Pasal 1 ayat (1), kata dia, menyebutkan bahwa, (1) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota dan tugas pembantuan oleh daerah kabupaten/kota, Presiden dibantu oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
Kemudian ayat (2) menegaskan lagi, dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mempunyai tugas: a. mengoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah kabupaten/kota. b. melakukan monitoring, evaluasi, dan supervisi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota yang ada di wilayahnya. c. memberdayakan dan memfasilitasi daerah kabupaten/kota di wilayahnya. d. melakukan evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana pembangunan jangka panjang daerah, rencana pembangunan jangka menengah daerah, anggaran pendapatan dan belanja daerah, perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan belanja daerah, tata ruang daerah, pajak daerah, dan retribusi daerah.
e. melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah kabupaten/kota; danmelaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Oleh sebab itu, menurut Nurlette, sebagai seorang Anggota dewan dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewenangan dalam mengawasi dan mengawal kinerja pemerintah daerah, dia harus memahami Peraturan perundang-undangan secara baik dan benar, agar tidak keliru dalam menggunakan terminologi hukum.
Apalagi sampai memeliki interpretasi tunggal terhadap Pasal tertentu, tanpa membaca bagian penjelasan umum. Dia menyarankan agar pemerintah maupun Anggota DPRD, untuk memahami esesni terminologi hukum dalam Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak cukup dengan membaca rumusan norma Pasal, melainkan membaca bagian penjelasan.
Karena menurut Nurlette yang di maksud dengan pembinaan dan pengawasan dalam rumusan norma Pasal 1 yang di pertegaskan dalam penjelasan umum bagian 2 adalah, Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menjadi sangat strategis karena merupakan
bagian dari upaya membangun sinergi antara pemerintah pusat dan
Pemerintah Daerah serta pencapaian penyelenggaraaan pemerintahan
daerah yang lebih baik.
Akan tetapi mengingat kondisi geografis yang
sangat luas maka untuk efektivitas dan efisiensi pembinaan dan
pengawasan atas penyelenggaraan urusann pemerintahan yang menjadi
daerah kabupaten/kota tersebut, Presiden sebagai
penanggung jawab akhir pemerintahan secara
melimpahkan kewenangannya kepada gubernur untuk bertindak atas nama Pemerintah Pusat untuk melakukan pembinaan dan pengawasan
kepada daerah kabupaten/kota agar melaksananakan otonominya
dalam koridor norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat.
Kalau dalam isi berita tersebut Anggota DPRD meminta agar pimpinan DPRD SBB, menyurati Gubernur untuk “bina” wakil Bupati, menurut Nurlette pernyataan ini kurang sahih. Karena justru dalam Pasal 1 angka 3 dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa, Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
ayat (2), gubernur sebagai wakil Pemerintah pusat mempunyai wewenang:
a. membatalkan peraturan bupati/Wali kota;
b. memberikan penghargaan atau sanksi kepada
bupati/wali kota terkait dengan penyelenggaraan
daerah pemerintahan daerah. Jadi Pasal tersebut Jelas lebih menegaskan kepada Seorang Bupati/wali kota bukan seorang wakil Bupati atau wakil walikota.
Lanjut dia, mestinya pernyataan anggota DPRD SBB dari fraksi PKB, untuk meminta pimpinan DPRD menyurati Gubernur Maluku untuk bina wakil bupati. Harus di jelaskan secara objektif dan substantif, tentang apa itu diksi “bina” yang di maksud dalam isi berita tersebut, serta pentingnya menyebutkan legal matriks dari terminologi yang di gunakan, agar tidak menimbulkan kontradiktif di masyarakat.
Menurut Nurlette terkait seperti kasus terjadi di SBB, jika bupati dan wakil bupati sering absen atau meninggalkan tugas tanpa izin, maka sesuai dengan perintah Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahah daerah. Sebagaimana di jelaskan dalam Pasal 77 ayat (3) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang meninggalkan tugas dan wilayah kerja lebih dari 7 Hari berturut-turut atau tidak berturut-turut dalam waktu 1 bulan tanpa izin, maka bupati atau wakil bupati bisa dikenai sanksi teguran tertulis dari Mendagri melalui Gubernur Maluku.
Kemudian selanjutnya, pada Pasal yang sama di ayat 4 menegaskan, apabila teguran tertulis itu disampaikan dua kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, oleh Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah tersebut, maka diwajibkan mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan di Kemendagri. “Kalau teguran dua kali berturut-turut tidak diindahkan, maka bupati/wakil bupati disekolahkan lagi ke kementerian dalam Negeri,” ujar Nurlette, seperti dikutip.
Namun, kendati demikian menurut Nurlette terlepas dari kontroversi isi berita tersebut. Secara pribadi dia mengapresiasi positif terhdaap sikap kritis anggota DPRD fraksi PKB tersebut.
“Mereka itu di pilih oleh rakyat maka semestinya, mereka juga harus bersuara untuk kepentingan rakyat di daerah. DPRD dan pemerintah daerah kan sebagai mitra kerja dalam urusan pemerintahan, karena itu mereka boleh berselingkuh untuk membahas kepentingan daerah. Tapi, tetap DPRD harus punya taring untuk mengkritisi pemerintah daerah, dalam hal ini bupati dan Wakil Bupati serta semua SKPD terkait. Apalagi kalau ada bupati/wakil bupati yang tidak mau hadiri undangan rapat bersama DPRD. Wakil rakyat yang benar adalah mereka yang bersuara demi rakyat”. Tegas, Nurlette.
Nurlette menilai kasus wakil bupati kerap kali masuk kantor atau jarang menghadiri rapat bersama organ DPRD, sering terjadi di beberapa daerah di indonesia dan biasanya di sebabkan oleh beberapa faktor. Misalnya, dalam urusan pemerintahan bupati lebih mendominasi dan mengambil alih semua tugas dan tanggung. Sehingga tidak memberikan ruang kepada wakil bupati, maka implikasinya terjadi kecemburuan sosial oleh wakil bupati dan membuat jarang masuk kantor.
Selanjutnya, “ada faktor lain yang menyebabkan ialah saling mencurigai, wakil Bupati ingin memiliki porsi kerja yang sama seperti bupati, dan tidak kalah penting adalah faktor masing-masing fokus untuk mementingkan kepentingan politik untuk maju di periode berikutnya. Jangan sampai ego kepentingan politik mereka berimplikasi pada, pertumbuhan pembangunan daerah di semua sektor dan rakyat menjadi korban. Fenomena seperti ini kita berharap kedepan jangan terulang, Oleh karena itu, pentingnya peran dan kiprah nyata wakil rakyat dalam melakukan pengawasan terhadap setiap kebijakan politik hukum pemerintah daerah”.