IM, Namlea – Kuasa Hukum dari Erwin Tanaya Ambo Kolengsusu SH, mendatangi Mapolres Pulau Buru guna melaporkan dugaan rasisme dan ujaran kebencian yang dilontarkan oknum anggota DPRD Kabupaten Buru, Jaidun Saanun.
Ujaran tersebut diduga dilontarkan melalui Whatsapp grup Pansus Covid-19 DPRD Buru, Senin malam pukul 19.30 wit.
Kolengsusu di ruang Sentral Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres P Buru, Selasa (2/6/2020) menyatakan akan mengawal kasus ini. “Akan kami kawal ketat sehingga di kemudian hari tidak ada lagi pejabat atau masyarakat siapapun yang bertindak sesuka hati,” ingatnya.
Dia berharap pihak penegak hukum melalui Satreskrim Polres Buru masalah ini secepatnya diproses sesuai hukum.
Menurutnya penghapusan rasis dan etnis telah diatur dalam UU No 19 Tahun 2016 tentang perobahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE dan Pasal 8 ayat 2 Pasal 16 Junto, Pasal 4 Hurup B angka 1 UU nomor 40 tahun 2008.
“Sebagai pejabat publik mestinya Saanun menempatkan posisi dan wibawah untuk menjaga keutuhan bangsa ini” tandasnya.
Ditambahkan, yang jadi dasar laporan ke polisi adalah si terlapor tidak memiliki alas hukum yang sah untuk melakukan perbuatan dimaksud. Alas hak dapat lahir dari peraturan perundang-undangan, perjanjian, atau alasan hukum yang lain.
“Tanpa hak juga mengandung makna menyalahgunakan atau melampaui wewenang yang diberikan selaku anggota DPRD,” katanya.
Sedangkan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ialah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dengan demikian jelas Kolengsusu, seseorang yang sengaja menuliskan status dalam jejaring sosial informasi yang berisi provokasi terhadap suku/agama tertentu dengan maksud menghasut masyarakat untuk membenci atau melakukan anarki terhadap kelompok tertentu, maka Pasal 28 ayat (2) UU ITE ini secara langsung dapat dipergunakan oleh Aparat penegak Hukum (APH) untuk menjerat pelaku yang menuliskan status tersebut. (AK/Sw)