IM-Ambon-Tim Jaksa Penyelidik bidang Pidsus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku kembali melakukan pemeriksaan terhadap 5 orang saksi terkait Pekerjaan Pembangunan Rumah Khusus pada Satker SNVT Penyediaan Perumahan Provinsi Maluku tahun 2016 (saat ini menjadi Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan / BP2P Provinsi Maluku). Selasa 23/01/2024.
Plt Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku Aizit P. Latuconsina kepada wartawan diruang kerjanya membenarkan, kelima orang tersebut adalah FP, LJP, MHS, JMF dan DHR masing-masing sebagai ketua dan anggota Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) pada Satker SNVT Penyediaan Perumahan Provinsi Maluku tahun 2016.
“Mereka dimintai keterangan sehubungan dengan tugas dan tanggungjawab sebagai ketua dan anggota PPHP dalam pekerjaan Pembangunan Rumah Khusus tahun 2016 yang berlokasi di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) sebanyak 22 unit dan di Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) sebanyak 2 unit,” jelasnya
Sebelumnya, pada Senin 22/01/2024, Tim Jaksa Penyelidik bidang Pidsus juga telah melakukan pemeriksaan terhadap 5 orang Saksi terkait Pekerjaan Pembangunan Rumah Khusus.
“Mereka diantaranya yakni Sdr. AP selaku PPK, Sdr. DS / Direktur CV. Karya Utama selaku penyedia, Sdr. JN/ Direktur CV. Prima Konsultan selaku konsultan pengawas, Sdr. IM selaku Bendahara BP2P dan Sdr. NMH selaku anggota Panitia Penerima Hasil Pekerjaan,” papar Latuconsina.
Dikatakan, Tim Jaksa Penyelidik bidang Pidsus Kejaksaan Tinggi Maluku masih terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap dugaan tindak pidana korupsi dalam pekerjaan Pembangunan Rumah Khusus BP2P Maluku tahun 2016.
“Ya nantinya, untuk perkembangan lebih lanjut lagi mengenai penanganan perkara ini akan diinformasikan kemudian kepada teman-teman wartawan,” katanya menandas.
Diketahui, Tim Jaksa Penyelidik Bidang Pidsus Kejati Maluku telah memeriksa sebanyak 10 orang saksi terkait Pekerjaan Pembangunan Rumah Khusus pada Satker SNVT Penyediaan Perumahan Provinsi Maluku tahun 2016 (saat ini menjadi Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan / BP2P Provinsi Maluku).
Kasus tersebut bernilai Rp.6,3 miliar. Dalam pelaksanaannya, banyak pekerjaan yang tidak sesuai dan berpotensi merugikan keuangan negara. (IM-Kiler)