InfomalukuNews,Ambon- Kasat Reskrim Polres Seram Bagian Barat, AKP. Ardo Widiawan, diduga melakukan tindak pidana yang diduga melanggar kode etik profesi Polri.
Akibatnya, Ardo, dilapokan ke Bidang Propam Polda Maluku karena diduga tidak profesional melakukan penyidikan terhadap kasus dugaan penganiayaan yang berujung tewasnya Frensky Patrouw (25), alias Teteka, warga Desa Nuruwe, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), yang terjadi di Desa Kamal.
Kala itu korban Teteka, menggunakan sepeda motor ke Desa Kamal untuk mengisi BBM, saat ia mendorong motor persis di depan rumah Bripka Melki Monaten ,salah satu anggota Brimob di Desa tersebut, langsung korban dianiaya oleh beberapa warga. Atas kejadian ini, awalnya Polres SBB turun melakukan penyelidikan, dan menduga bahwa terjadi kecelakan lalu lintas, padahal yang sebenarnya terjadi adalah warga melakukan penganiayaan terhadap korban sampai ia tak sadarkan diri, dan hendak dibawa untuk mendapatkan pertolongan medis, namun nyawa korban tidak lagi tertolong.
Pelapor, Frenscha H. Patrouw, saudara kandung korban, kepada wartawan, Rabu, (21/5), mengungkapkan, pihaknya saat ini melaporkan sikap dan perbuatan yang dilakukan Kasat Reskrim Polres SBB ke Propam Polda Maluku, karena diduga tidak profesional usut kasus tersebut.
Sebab, sejak ia melaporkan ke Polres SBB, dan Polisi berhasil menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus ini, namun dari sisi lain, banyak saksi mata yang menerangkan jika pelaku di kasus itu tidak hanya lima orang, namun masih ada 10 orang di luar yang masih berkeliaran.
“Tapi yang herannya, ketika kami ke polisi minta agar para pelaku sisanya yang belum ditahan itu harus segera ditahan, penyidik tidak mau, mereka bilang nanti kita lakukan pengembangan setelah selesai menangani perkara lima tersangka itu dulu, padahal ini jelas-jelas, yang kami mau sampaikan ini dengan saksi-saksi mata, bahkan saksi pertama Vina Monaten, istri Bripka Melki Monaten, juga ada di TKP pertama yng menyampaikan seperti itu, berdasarkan pengakuan dari saudara saksi Bili Indri,” ujar pelapor, kepada wartawan di Mapolda Maluku.
Kata dia, sepertinya Polres SBB tidak profesional dalam menangani kasus ini, sebab, dalam proses penyelidikan, ia selaku keluarga korban yang kerap pro aktif mempertanyakan persoalan ini, barulah polisi bergerak melakukan penyelidikan sampai menetapkan tersangka.
“Yang anehnya lagi, para tersangka yang sudah ditahan di Polres SBB, melalui pengacara mereka mengaku kalau mereka itu tidak sama sekali melakukam perbuatan penganiayaa sampai korban meninggal. Lalu kalau mereka sudah bilang begitu, mengapa polisi tidak mempertimbangan keterangan mereka untuk mendalami keterlibatan pelaku lain dalam kasus ini, ini kan sangat tidak profesional,” bebernya.
Sementara itu, istri korban, Jean Rumahsoal, menambahkan, kejadian penganiayaan ini berawal saat itu saksi Indri Monaten, menghubungi Bili Rahman, bahwa ia akan hendak mau bertemu dengan korban Teteka, dan meminta berteman untuk sama-sama bertemu korban Teteka. Sampai di depan rumah bapak Roni Pattiasina, ia kaget kalau sudah ada banyak orang di jalan yang sementara duduk.
Namun saat itu saksi Indri dan Bili tidak sempat bertemu korban Teteka, dan korban diketahui sedang bolak balik dengan sepeda motor sehingga sempat BBM habis di sepeda motor korban, saat itu persis di depan rumah Bripka Melki Monaten, ia langsung dikeroyok dan langsung tidak sadarkan diri.
“Saat itu kita waktu ke sana lihat suami saya sudah tidak sadar, belakang kepalanya juga terkena benda tumpul jadi waktu kita pegang sudah tidak seperti biasa,” bebernya.
Sementara itu, kuasa hukum keluarga korban, Charter Souissa SH., melanjutkan, terhadap laporan yang akan telah disampaikan ke Bidang Propam Polda Maluku saat ini, diharapkan supaya menjadi atensi Bapak Kapolda Maluku.
Sebab, kata dia, diduga otak dari kasus pembunuhan ini belum ditangkap oleh penyidik polisi di Polres SBB, karena sampai hari ini meskipun polisi sudah menetapkan lima tersangka, namun keluarga korban belum merasa puas dengan apa yang dilakukan penyidik Satreskrim Polres SBB.
“Mengapa tidak puas?, karena otak dibalik kasus ini belum ditangkap. Kenapa kami sampaikan demikian, karena ada saksi-saksi yang menurut keluarga korban bahwa masih ada pelaku lain yang terlibat di situ. Jadi bukan saja ada lima orang. Dan kemarin- kemarin waktu saya mendampingi klien saya ke polres kita sudah sampaikan bahwa masih ada lagi pelaku lain, namun sampai dengan hari ini belum juga diusut polisi,” jelasnya.
Karena tidak puas dengan penanganan kasus yang dilakukan Polres SBB, lanjut Charter, kliennya langsung memilih mendatangi Polda Maluku untuk melaporkan oknum penyidik dalam hal ini Kasat Reskrim Polres SBB.
Laporan pengaduan yang disampaikan tersebut, dibuktikan dengan Surat Penerimaan Surat Pengaduan Propam, nomor: SPSP2/55/V/2025/Subbagyanduan, tertanggal 21 Mei 2025.
“Jadi pada prinsipnya kita harap supaya kasus ini diusut secara terang benderang, kita mau agar otak di balik kasus ini segera ditangkap, hal ini sangat perlu supaya menjawab rasa keadilan keluarga korban yang merasa belum ada keadilan di negara ini yang dilakukan institusi polri kepada masyarakat terutama keluarga korban dan juga istri korban,” pungkasnya.(TIM-03).