IM, AMBON-
Gelontoran Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) untuk empat tahun disinyalir terindikasi korupsi, dengan nilai jumbo mencapai Rp 8,3 miliar. Berapa nilai dana yang terindikasi belum diketahui, tapi faktanya dari dana sebesar itu, hanya dibangun Kantor Desa dan kantor Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setempat.
Itu juga kedua infrastruktur fisik tersebut belum rampung 100 persen dibangun. Buntutnya, kasus dugaan korupsi DD dan ADD tahun 2015, 2016 , 2017 dan 2018 dengan total dana mencapai Rp 8,3 miliar diendus Kejaksaan Negeri (Kejari) Dataran Honipopu, Piru, Kabupaten SBB.
Saat dikonfirmasi, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) SBB Samsidar Monoarfa mengaku, anak buahnya sedang memproses kasus tersebut. Meski masih di tingkat penyelidikan, akui dia, terungkap adanya indikasi pelanggaran hukum ketika kasus ini masih proses pulbaket dan puldata.
Samsidar memastikan kasus ini akan dinaikkan status ke tahap penyidikan pada bagian Pidana Khusus (Pidsus).”Dalam waktu dekat kasus ini kita akan sampaikan ke Pidsus (penyidikan),” tegasnya dihubungi melalui telepon seluler, Selasa tadi (10/7).
Ditanyakan soal panggilan paksa terhadap Raja Buano Utara Abdul Kalam Hitimala, dia enggan memastikan itu dilakukan saat ini. Pemanggilan paksa baru dilakukan jika kasus ini naik tahap Pidsus dan di saat itu Raja Buano Utara itu masih mangkir dari panggilan jaksa penyidik.
“Nantilah, kalau yang bersangkutan tidak mau kooperatif atau lari-lari terus, ya Pidsus jemput paksa saja,” ujarnya.
Beberapa waktu lalu, Kejari SBB menurunkan tim yang dipimpin langsung Wakajari didampingi Kasipidsus Kejari SBB ke Buano Utara. Saat di lapangan, ternyata kepala desa Abdul Kalam Hitimala tidak sedang di tempat. Pengambilan keterangan hanya terhadap Kepala Urusan (Kaur) Umum, Kaur Pembangunan dan Bendahara Negeri Buano Utara.
Kasus dugaan korupsi yang diduga menyeret pihak Pemerintah Negeri Buano Utara dilaporkan oleh komponen masyarakat yang resah karena asas manfaat DD dan ADD selama empat tahun nyaris tak pernah dinikmati.
“Padahal negeri lebih hancur tidak ada bangunan apa-apa hanya kantor desa dan kantor BPD yang belum selesai 100 persen,” ungkap Haji Muhammad Saleh Tamalene, salah satu tokoh masyarakat Negeri Buano Utara.
Kepada Infomalukunews.com Haji Saleh mengaku selain laporan ke Kejari SBB kasus ini juga telah dilaporkan ke Bupati, DPRD, Polres SBB dan pihak Koramil setempat.
Selain pihak-pihak tersebut, perwakilan masyarakat Negeri Buano Utara juga menyampaikan surat pengaduan ke Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku. Dalam aduannya, masyarakat meminta Ombudsman menindaklanjuti kasus ini ke pemerintah daerah, Kejaksaan, TNI/Polri guna menjadi perhatian bersama.(pom)