IM, Ambon -Pengelolaan dana BOS tahun 2017 oleh Pemda Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) diduga terjadi penyelewengan. Tak ada laporan keuangan alias ‘gelap’.
Hasil audit BPK RI Tahun 2018 pengelolaan dana tersebut oleh dinas terkait tidak sesuai mekanisme yang sudah diatur.
Dalam laporannya, BPK RI menyatakan tidak ada pertanggungjawaban Pemda berupa laporan keuangan.
“Dana BOS senilai Rp 24.972.040.000,00 tidak dilakukan sesuai mekanisme dan tidak disajikan dalam laporan keuangan daerah,” tulis laporan BPK RI sesuai data yang dikantongi media ini, awal Juni lalu.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi C DPRD SBB Andarias Kolly mengaku jika itu temuan BPK dan tidak diselesaikan oleh Pemda, maka pantas dilapor ke institusi hukum.
Namun menurut dia, masih ada mekanisme yang harus ditempuh lebih dulu sebelum dilaporkan untuk proses hukum.
“Nanti kita hearing dulu, karena ada mekanisme. Tapi kalo beta pu mau bawa aja ke ranah hukum. Mereka yang terlibat harus bertanggungjawab atas kasus ini,” tegas politisi PDIP itu dihubungi melalui telepon seluler medio Juni.
Kolly mengaku banyak temuan dugaan penyelewengan keuangan di sektor dendidikan di daerahnya. Yang diungkap lewat laporan masyarakat, laporan guru sekolah maupun temuan komisinya sendiri ketika reses.
Ketua DPRD SBB Hans Rutasouw mengaku, rekomendasi BPK RI terkait temuan lembaga auditor itu tetap selalu jadi agenda pembahasan.
Namun dia mengklarifikasi dugaan dana BOS tersebut bermasalah. Karena disebut-sebut tidak dibahas sebagai salah satu pendapatan di APBD, sehingga diduga masuk ‘jalur belakang’ alias gelap.
Menurutnya, uang tidak masuk ke rekening kas daerah, tapi langsung ke rekening masing-masing sekolah. Dengan begitu, otomatis tidak tampak pada batang tubuh APBD baik besaran maupun dinas pengelolanya.
“Tidak dimasukkan dalam mekanisme APBD karena, fisik dananya memang tidak masuk ke kas daerah. Makanya tidak dimasukkan dalam pos penganggaran untuk dinas pendidikan,” katanya.
Namun dana itu dikelola oleh sekolah setelah dicairkan dari Dinas Pendidikan Provinsi Maluku. Setelah digunakan sekolah kemudian menyampaikan laporan pertanggungjawaban ke Dinas Pendidikan Kabupaten SBB, untuk diterbitkan SP3B untuk disampaikan ke bagian akuntansi Pemda SBB.
Dengan begitu menurut Rutasouw, hanya dua pihak yang harus bertanggungjawab, yakni sekolah dan Dinas Pendidikan Provinsi Maluku. DPRD, sebut dia, hanya berkewenangan merekomendasi masalah ini diselesaikan oleh pemda dan dinas terkait.
Terkait langkah hukum jika itu memang temuan tapi tidak ditindaklanjuti oleh Pemda Kabupaten SBB, Rutasouw mengamini dugaan kasus ini diproses hukum.
“Kalau memang seperti itu, iya hukum harus jalan. Kewenangan kita hanya berikan rekomendasi untuk diperbaiki, tapi kalau ternyata tidak, maka langkah hukum,” ujarnya.(pom)