InfomalukuNews,Ambon-Direktur Walang Aspirasi Rakyat Maluku Krestian Sea mendukung penolakan deklarasi Kesatuan Masyarakat hukum Adat Hana Hatu telu Negeri Piru oleh Pemerintah Desa Piru, BPD, 18 Mata Rumah, Soa dan sebagian besar masyarakat desa Piru, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagiam Barat (SBB). Rabu (14/05/2025).
Penolakan itu disampaikan melalui rapat Musyawarah Desa yang di tandatangani langsung oleh tokoh-tokoh dan lapisan masyarakat. Sekaligus menyurati pemerintah daerah Kabupaten SBB, Polres SBB dan Kondim Seram Bagian Barat.
Menyoroti persoalan itu, Direktur Walang Aspirasi Rakyat Maluku Krestian Sea, sangat mendukung dan mengapresiasi pemerintah Desa Piru dan lapisan masyarakat Desa Piru Kecamatan Seram Barat kab SBB
Menurutnya, langkah yang di ambil oleh pemerintah Piru, BPD, dan masyarakat desa Piru merupakan salah satu langkah strategis untuk menjaga keseimbangan, ketertiban umum dan keamanan di tengah – tengah masyarakat Desa Piru, sebagai pusat pemerintahan, pelayanan publik dan segala sektor yang merupakan vital jantung aktivitas masyarakat kab Seram Bagian Barat yang berasal dari segala latarbelakang, suku, agama, desa hingga segala penjuru dari dalam maupun luar daerah.
“Langkah penolakan yang di ambil oleh pemerintah piru dan lapisan masyarakat Desa Piru terhadap deklarasi kesatuan masyarakat hukum adat Hena Piru merupakan salah satu yang bertentangan dengan nilai – nilai hukum, Sosial dan Filosofis berdasarkan konstitusi negara republik Indonesia UU Dasar 1945, Bhineka tunggal Ika, Pancasila & negara kesatuan Republik Indonesia,” jelasnya.
Kata dia, hal ini karena sesuai dengan norma hukum, UU No 11 tahun’ 2011 tentang hirarki pembentukan peraturan perundang-undangan, UU No 6 tahun’ 2014 tentang Desa, Permendagri No 53 tahun 2014 tentang pedoman pembentukan kesatuan masyarakat hukum adat dan aturan lainnya.
Melalui pesan WhatsApp Walang Aspirasi Rakyat Maluku Krestian Sea, tidak menyetujui langkah yang di ambil oleh kelompok kesatuan masyarakat hukum adat Hena Piru, karena tidak sesuai norma hukum yang di jelaskan dalam UU No 6 tahun 2014 tentang desa dan desa adat di jelaskan secara khusus dalam Permendagri No 52 tahun 2014 Bab II dan Bab III pasal 5 tentang pambentukan panitia.
“Pembentukan dan dentifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mencermati oleh beberapa syarat yaitu: a. sejarah Masyarakat Hukum Adat; b. wilayah Adat; C. hukum Adat; d. harta kekayaan dan/atau benda-benda adat; dan e. kelembagaan/sistem pemerintahan adat,” ungkap Sea.
Sea menegaskan bahwa tahapan sudah sampai di tahap identifikasi penetapan penegasan Batas wilayah antara Negeri adat sebagai langkah penetapan negeri adat bagian dari pengesahan Perda Nomor 12 tahun 2019 tentang Negeri dan Perda No 13 tahun’ 2019 tentang Saniri Negeri.
Krestian Sea meminta pemerintah daerah Bupati SBB Asri Arman dan wakil Bupati SBB Selvianus Kainama agar segera mengeluarkan SK bupati terkait penetapan batas wilayah adat Antara negeri Adat untuk di identifikasi dan mendorong DPRD agar melaksanakan fungsi legislasi dan pengawasan terhadap penerapan Perda negeri adat di kab SBB.
“Karena inj menjadi persoalan di tengah – tengah masyarakat Desa dan kesatuan masyarakat hukum adat di kab Seram Bagian Barat,” tutupnya.
Dekatahui, Deklarasi Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Hena Piru di bahwa pimpinan pengacara yang mengatasnamakan kesatuan masyarakat hukum adat kab SBB Marsel Maispatale. Ketua Adat Desa Piru Daniel Titawano, Raja Adat Piru sementara yang nanti di Kukuhkan, Agustinus Latusia dan kelompoknya. (IM-03).